Let's join to be our partner Join Now!

Dasar Budidaya Bawang Putih

Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated


Nama : Muhamad Imam Ngasim
NIM : 185040200111240
Kelas: O
Mata Kuliah : Dasar Budidaya Tanaman
Komoditas Pangan : Bawang Putih

I. Bawang Putih

1. Bawang Putih
Bawang putih merupakan tanaman yang berumbi lapis atau tersusun berlapis-lapis. Bawang putih (Allium sativum L.) adalah tanaman semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman ini banyak ditanam di ladang-ladang daerah pegunungan yang cukup mendapat sinar matahari (Syamsiah dan Tajudin, 2003).
Bawang putih berasal dari Asia Tengah yaitu Cina dan Jepang yang beriklim subtropik. Penyebaran bawang putih awalnya dibawa oleh pedagang Cina ke Indonesia, kemudian dibudidayakan oleh masyarakat. Peranannya sebagai bumbu penyedap masakan modern sampai sekarang tidak tergoyahkan oleh penyedap masakan buatan yang banyak kita temui di pasaran yang dikemas sedemikian menariknya (Syamsiah dan Tajudin, 2003).

2. Syarat tumbuh
Bawang putih dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat bergantung kepada varietas yang digunakan. Daerah penyebaran bawang putih di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok dan Nusa Tenggara Timur. Daerah-daerah tersebut mempunyai agroklimat yang sesuai untuk bawang putih sehingga daerah-daerah tersebut sampai saat ini merupakan daerah penghasil utama bawang putih (Ditjentan 1997). Luas pananaman yang paling besar ada pada ketinggian di atas 700 meter. Produksi per satuan luas di dataran tinggi lebih besar dari pada di dataran rendah. Beberapa varietas ada yang cocok ditanam di dataran rendah. Di dataran medium, daerah penanaman bawang putih terbaik berada pada ketinggian 600 m dpl. (di atas pemukaan laut). Perlu dikemukakan bahwa varietas bawang putih dataran tinggi kurang baik apabila ditanam di dataran rendah begitu pula sebaliknya.
Selain varietas (kultivar), syarat-syarat lain yang penting adalah udara sejuk dan kering tanaman pada fase pembentukan umbi. Waktu yang paling tepat untuk penanaman bawang putih adalah bulan Mei sampai dengan Juli. Derajat kemasaman tanah (pH) yang paling disukai adalah 6,5-7,5, sedangkan apabila pH>6,5 maka tanah harus dikapur. (Suwandi 1990).
Tanaman bawang putih dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Pada tanah yang ringan, gembur (bertekstur pasir atau lempung) dan mudah meneteskan air (porous) dapat menghasilkan umbi bawang putih yang lebih baik dari pada tanah yang berat seperti liat atau lempung. Kondisi tanah yang porous menstimulir perkembangan akar dan bulu-bulu akar sehingga serapan unsur hara akan berjalan dengan baik. Tanaman bawang putih kurang baik ditanam pada musim penghujan karena kondisi tanah terlalu basah, temperatur tinggi sehingga mempersulit pembentukan siung.

II. Cara budidaya bawang putih

Budidaya bawang putih dilakukan dengan 3 tahapan yaitu ;

1. Menyiapkan Media Tanam/Persiapan Lahan
Di Indonesia, penanaman bawang putih biasanya dilakukan di daerah persawahan yaitu setelah panen padi. Tanah diolah secukupnya serta dibuatkan bedengan dengan ukuran lebar 80 sampai dengan 120 cm serta tinggi (dalam) 40 cm, sedangkan panjang bedengan disesuaikan dengan situasi lahan. Bila pH tanah kurang dari 6 perlu diberi kapur 1-2 ton/ha dan diaplikasikan 14 hari sampai 1 bulan sebelum tanam (Suwandi 1991).
Penggunaan pupuk pada bawang putih terdiri dari pupuk organik dan pupuk anorganik (buatan). Pupuk organik dalam bentuk pupuk kandang ayam dengan dosis 10-20 ton/ha umumnya diberikan pada saat tanam dengan cara disebar dan diaduk hingga merata. Dosis pupuk anorganik yang dianjurkan adalah 200 kg N ha-1, 180 kg P2O5 ha-1, 60 kg K2O ha-2 dan 142 kg S ha-1 (Hilman dan Suwandi 1992; Asandhi dan Gunadi, 1985). Tidak seperti sistem penanaman dengan cara bedengan, penanaman bawang putih dengan sistem complongan (lubang) pada lahan andosol marginal memerlukan pupuk kandang ayam cukup tinggi (1 kg/ lubang tanam). Tiap lubang tanam terdiri dari 9 tanaman bawang putih. Pupuk buatan terdiri dari TSP dengan dosis 60 kg P2O5, campuran pupuk urea dan ZA (amonium sulfat) 240 kg masing-masing 1/3 dosis pada umur 15, 30 dan 45 hari setelah tanam.
Pada bawang putih ditanam dengan sistem tumpang gilir dengan cabai, dosis penggunaan pupuk pada bawang putih di dataran tinggi dengan tipe tanah andosol adalah 20 ton ha-1 pupuk kandang ayam, 180 kg N ha-1, 180 kg P2O5 ha-1, 100 kg K2O ha-1, 60 kg P2O5 ha-1, dan 60 kg K2O ha-1 serta tidak memerlukan pupuk kandang ayam lagi. Dengan demikian sebagian residu pupuk dari bawang putih dapat dimanfaatkan oleh tanaman cabai sehingga dapat mengurangi pemakaian pupuk organik dan pupuk buatan pada cabai (Sumarna, Suwandi dan Hilman 1991).

2. Pembibitan dan Penanaman
Mutu bibit/benih bawang putih yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(1) Bebas hama dan penyakit
(2) Pangkal batang berisi penuh dan keras
(3) Siung bernas
(4) Besar siung untuk bibit 1,5 sampai 3 gram

Penyimpanan Umbi Bibit
Pada umumnya petani menyimpan umbi bibit di para-para dan digantung dengan cara pengasapan. Cara ini praktis tetapi seringkali merusak umbi bibit dan memiliki penampilan yang kurang menarik dan memberikan warna yang kecoklat-coklatan. Cara penyimpanan umbi bibit lain terdiri dari penyimpanan alami, penyimpanan di lapangan, penyimpanan di ruangan berventilasi dan penyimpanan pada suhu dingin.
Penyimpanan umbi bibit dataran rendah dapat dilakkan di dataran tinggi (1250 m dpl). Bibit ini apabila ditanam ke lapangan akan menghasilkan bobot umbi brangkasan yang baik. Selain itu penyimpanan umbi bibit dapat dilakukan pada suhu dingin 5­8C. Penyimpanan umbi bibit di ruangan yang bersuhu tinggi di dataran rendah sebaiknya dihindarkan (Hilman 1992). Penyimpanan pada temperatur dingin selain mencegah perubahan reaksi biokimia yang menyebabkan kerusakan umbi bibit.
Bibit yang di gunakan adalah umbi bawang yang sudah berkecambah. Caranya pembibitan adalah kupas bawang putih lalu letakkan dalam kulkas selama kurang lebih 2 minggu sehingga bawang putih tumbuh kecambah lalu mulai tanam atau menanam langsung bawang putih yang sudah dikupas dan nantinya akan tumbuh tunas. Kedalaman menanam bawang putih dalam polybag secara langsung yang belum berkecambah adalah sekitar 2-3 cm dari permukaan tanah. Dan perhatikan ujung runcing menghadap keatas. Jika anda menggunakan bibit yang sudah tumbuh tunas maka bisa menanamnya seperti pada umumnya. Apabila dilakukan di lahan sawah jarak tanam disesuaikan dengan ukuran siung yang digunakan. Bila bobot siung lebih besar dari 1,5 gram maka jarak tanamnya 20 x 20 cm, namun bila lebih kecil dari 1,5 gram maka jarak tanamnya 15 x 15 cm atau 15 x 10 cm. Setelah anda selesai menanam. Perawatan harus selalu dilakukan yaitu dengan penyiraman dan pemupukan (Anonim, 2018).

3. Pengairan dan Pemupukan
Penyiraman atau pengairan harus dilakukan agar tanaman bawang putih tidak mengering karena kekurangan air dan jangan membiarkan tanaman busuk karena terlalu banyak air. Pengairan dilakukan dengan cara penggenangan parit-parit diantara bedengan. Penyiraman bisa dilakukan 2-3 hari sekali pada awal pertumbuhan sedangkan pembentukan tunas sampai pembentuakan umbi penyiraman dilakukan 7-15 hari sekali. Dan saat pembentukan umbi maksimal 10 hari menjelang panen tidak dilakukan penyiraman. Pemupukan untuk bawang putih dengan menggunakan pupuk kandang dengan dosis 10-20 ton/ha. Sedangkan pupuk kimia yang dianjurkan per hektar 200 kg N, 180 kg P dan 60 kg K. Apabila pemupukan di polybag maka kadarnya harus sesuai. Tipsatau cara menanam bawang putih dalam polybag harus terkena pencahayaan. Pencahayaan untuk tanaman bawang putih juga sangat penting. Bawang putih harus di letakkan pada lokasi yang terpapar cahaya matahari agar tanaman bisa tumbuh optimal. Perawatan dan pembasmian hama bisa dilakukan ketika melihat gejala tanaman yang kurang sehat. Setelah tanaman tumbuh subur dan berusia sekitar 100 hari. Bawang putih bisa dipanen dan jangan lupa untuk menjemurnya sehingga bawang putih lebih tahan lama dan tidak mudah busuk (Anonim, 2018).

III. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman bawang putih mencakup pemulsaan, pengairan dan drainase, pengendalian hama dan penyakit dan penyiangan.

1. Pemulsaan
Pemulsaan dilakukan segera setelah bibit bawang putih ditanam di bedengan. Jenis mulsa dapat berupa jerami padi atau daun alang-alang. Mulsa disebar di atas bedengan secara merata dengan ketebalan 3-5 cm. Penggunaan mulsa plastik hitam tidak dianjurkan karenam mulsa tersebut terlalu menyerap bahaya matahari dan sedikit memantulkan cahaya sehingga meningkatkan temperatur tanah (zone perakaran) akibatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman bawang putih menjadi terhambat (Abidin dkk. 1994).

2. Pengairan dan Drainase
Pengairan umumnya pada musim kemarau. Di dataran tinggi pengairan dilakuakn satu sampai tiga kali dalam seminggu. Jumlah air yang harus diberikan berkisar 3-5 mm air per hari atau 3-5 liter m-2 hari-1. Penyiraman tanaman dilakukan sampai tanaman berumur 80-90 hari. Cara pemberian air dapat dilakukan dengan penyiraman atau penggenangan (Subhan dkk. 1989). Cara paling praktis untuk mengendalikan drainase tersebut adalah dengan mengatur tinggi bedengan atau membuat selokan keliling yang dalam. Tinggi bedengan yang dianggap paling baik dalam budidaya bawang putih di musim hujan adalah 20 cm (Sumarna dan Abidin 1993).

3. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang tanaman bawang putih adalah trips. Hama ini dapat dikendalikan dengan insektisida Polo SC-500 dengan konsentrasi 2 cc l-1 air yang diaplikasikan secara CDA (Control Droplet Application) dan dapat menekan penggunaan insektisida tersebut sebanyak 42%. Jenis insektisida lainnya yang dianjurkan adalah fosfat organik misalnya kuinalfos (Bayrusil 250 EC), merkaptodimetur (Mesurol 50 WP) atau monokrotofos (Azodrin 15 WSC; Nuvacron 20 SCW) 2 ml l-1 air dengan interval 7 hari terutama pada waktu tanaman baru tumbuh sampai kurang lebih umur 10 minggu.
Jenis hama lain yang menyerang tanaman bawang putih adalah golongan tungau. Hama ini dapat dikendalikan dengan akarisida seperti fenfopatrin (Neothin 50 EC) atau dimetoat (Roxion 40 EC) 2 ml per liter tiap minggu dimulai pada umur 9 minggu sampai dengan 2 minggu sebelum panen.
Masalah lain yang menghambat usaha peningkatan hasil bawang putih adalah penyakit purple bloch (Alternaria porri), Leaf spot (Stemphylium vesicarium), Fusarium oxysporium dan virus. Kehilangan hasil oleh keempat macam penyakit tersebut berkisar 60-80 persen. Penggunaan propineb, captafol 0,2% yang dikombinasikan dengan radiasi sebesar 500 rad dapat mengendalikan S. vesicarium. Demikian pula kombinasi captafol, chlorotalonil (0,1 %) + 250 rad efektif untuk mengendalikan Alternaria porri, sedangkan 0,05 persen benlate dapat digunakan untuk mengendalikan Fusarium oxisporium di tempat penyimpanan (Suryaningsih 1991). Fungisida Benomil (Benlate) 0,5 g l-1air digunakan untuk menanggulangi penyakit mati ujung daun yang disebabkan oleh Fisarium dengan interval 7 hari sekali sampai tanaman berumur 60 hari setelah tanam. Dithane M-45, 2 g l-1 air dengan interval 7 hari sekali juga dapat digunakan untuk menganggulangi Alternaria porri(bercak ungu) pada umur 15 hari sampai dengan 2 minggu sebelum panen. Bila cuaca berkabut interval penyemprotan dapat diperpendek menjadi 2 kali satu minggu.
Selain secara kimia penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan kultivar yang toleran. Lumbu Hijau, Tawang Mangu dan Lumbu Hitam diangap toleran terhadap Alternaria pori, sedangkan cv. Lumbu Hijau, Lumbu Hitam dan Jatibarang dianggap toleran terhadap Stemphylium (Suryaningsih 1993).
Penyebab utama penurunan produksi bawang putih dapat juga diakibatkan oleh penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh Erwinia spp. Kerusakan yang ditimbulkan oleh petogen tersebut mencapai 61,4% dan hingga kini sulit dikendalikan karena bersifat tular tanah dan tular umbi. Penggunaan senyawa kimia untuk mengendalikan penyakit busuk lunak jarang dilakukan petani. Penggunaan Agrimicyn 15/1,5 WP dan Agrept 25 WP atau dengan pemanasan umbi bibit pada auhu 45°C selama 20 menit efektif mengendalikan patogen busuk lunak, sedangkan terhadap hasil umbi hanya Agrimicyn 15/1,5 WP yang dapat mempertahankan hasil panen (Hanudin dan Handayati 1992 dan Hanudin 1993).
Penyebab lain penurunan produksi bawang putih ini adalah virus. Setiap kultivar bawang putih dinyatakan peka terhadap OYDV dan LYSV dengan intensitas serangan masing-masing sebesar 66,7; 50,4; 60,0; 51,9; 58,9; 58,9; 54,4; dan 86,7 persen masing-masing untuk kultivar￾kultivar Lumbu Hijau, Tawangmangu, Lumbu Hitam, Sanur, Lumbu Putih, Bagor, Jatibarang, Layur dan Tes (Sutarya 1992). Pemotongan ujung siung tidak dapat mengeliminasi virus tular umbi dan tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman baik tinggi maupun jumlah daun. Cara yang efektif untuk mengeliminasi virus yang terbawa umbi bibit adalah dengan kultur jaringan menggunakan media B-5 + 1 mg NAA 1-1 dan 0,1 mg GA 1-1. Percobaan eradikasi virus dilaksanakan di Wellesbourne UK menunjukkan bahwa Gamborg B-5 merupakan media yang baik untuk bawang putih, dome plus 2 auxalarybud menunjukkan explant optimum, tidak ada yang mati dan terkontaminasi, dan 50 ppm ribavirin (penghambat viral) dan tidak toksik terhadap planlets (Duriat 1991).

5. Pengendalian Gulma
Penurunan produksi sebagai akibat adanya berbagai gulma dapat mencapai 80%, terutama bila pemberian mulsa kurang baik sehingga pertumbuhan rumput subur. Gulma-gulma yang sering dijumpai di daerah pertanaman bawang putih antara lain; teki, rumput kekawatan, dan bayam liar (duri). Penyiangan tanaman pada umur 30 dan 60 hari mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Pemakaian herbisida TOK 50 WP dapat disarankan untuk pengendalian gulma terutama untuk skala penanaman yang sangat luas (Subhan dkk. 1989).

IV. Panen dan Pascapanen
1. Panen
Bawang putih yang akan dipanen harus mencapai cukup umur. Tergantung pada varietas dan daerah, umur panen yang biasa dijadikan pedoman adalah antara 90 sampai dengan 120 hari. Ciri bawang putih yang siap panen adalah sekitar 50% daun telah menguning atau kering dan tangkai batang keras.Di beberapa daerah panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman kemudian diikat sebanyak 30 tangkai per ikat dan dijemur selama sampai 15 hari sampai batangnya kering. Umbi dibersihkan dengan membuang akar dan daun dan sekaligus dilakukan pemilihan (grading) yaitu pemisahan kualitasnya.

2. Pascapanen
Setelah dipanen bawang putih dikerjakan. Cara pengenringan adalah (1) dikeringkan langsung di bawah sinar matahari dengan posisi bagin umbi ditutup dengan daunnya, (2) dikeringkan dalam bangsal berlapis dengan cara digantung baik di kebun maupun di rumah. Pengeringan juga dapat dilakukan di ruangan dengan menggunakan asap kayu (pengasapan). Setelah kering, umbi disimpan di gudang, selama penyimpanan 3 bulan susut bobotnya mencapai sekitar 40%. Penyimpanan untuk bibit memerlukan waktu yang lebih lama (5-6 bulan untuk varietas dataran medium dan rendah) dan (8-9 bulan untuk varietas dataran tinggi). Suhu optimum untuk penyimpanan umbi adalah 30°C dan kelembaban 70% menunjukkan mutu umbi bawang putih terbaik (Sinaga et al. 1993).
Selain dengan penyimpanan yang baik, kehilangan dan kerusakan produk bawang putih dapat dikendalikan dengan proses pengolahan yang benar. Pengolahan bawang putih bertujuan agar produk tersebut lebih tahan lama disimpan dan lebih mudah dalam pengemasan dan pengangkutan. Salah satu cara pengolahan bawang putih adalah dengan diproses menjadi tepung.

Post a Comment

Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.